oleh

Rubrik Alinea Riau Pos Edisi 3 Agustus 2022 0 Peluang Sastra Manuskrip Untuk Industri Kreatif

PELUANG SASTRA MANUSKRIP UNTUK INDUSTRI KREATIF

oleh: Priyo Joko Purnomo

Pengkaji Sastra di Kantor Bahasa Kepri

 

Media transmisi dari karya sastra sejauh ini dibedakan menjadi beberapa kategori, antara lain lisan, manuskrip, cetak, dan siber. Dari keempat kategori tersebut, masing-masing tentunya memiliki ciri khas dan juga fungsi yang berlainan. Salah satu sastra yang menarik perhatian masyarakat dunia ialah sastra yang berkategori manuskrip. Mengapa demikian?

Sastra manuskrip mampu mencuri perhatian masyarakat dunia karena di dalamnya memuat nilai-nilai adiluhung dari peradaban manusia di masa lalu. Di Indonesia, sastra manuskrip telah diatur dalam UU 43/2007 pasal 1 ayat 4 yang menyatakan bahwa naskah kuno atau manuskrip adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun luar negeri, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh tahun), dan mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Selanjutnya, pernyataan tersebut disambung dengan UU 4/2017 yang menyebutkan bahwa naskah kuno atau manuskrip mengandung dokumen bahasa, sejarah, dan budaya sehingga ditetapkan sebagai salah satu dari tujuh objek pemajuan kebudayaan.

Dua undang-undang di atas memperlihatkan bahwa Pemerintah Indonesia telah memberikan perhatian dan dukungan bagi pendayagunaan manuskrip sebagai haluan pembangunan nasional. Namun, pendayagunaan manuskrip terkadang memiliki beberapa hambatan, seperti sulitnya mengakses manuskrip karena hanya disimpan di tempat-tempat tertentu dan juga sukar memahami isi manuskrip karena ditulis menggunakan aksara daerah. Satu-satunya solusi untuk menghadapi hambatan tersebut dapat dilakukan dengan cara menggandeng banyak pihak. Untuk mengakses manuskrip terlebih dahulu harus mendapat izin dari pemiliknya, atau jika manuskrip itu disimpan di museum atau perpustakaan maka izin dari pengelola sangatlah diperlukan. Selain itu, agar dapat memahami isi manuskrip maka dapat berkolaborasi dengan seorang pengkaji manuskrip (filolog) agar berbagai macam tanda dan simbol yang terkandung pada manuskrip dapat dimaknai dengan baik.

Pendayagunaan manuskrip berarti suatu upaya untuk meningkatkan peran dan fungsinya dalam kehidupan masyarakat masa kini. Salah satunya dengan cara mengembangkannya dalam dunia industri kreatif. Industri kreatif merupakan sekumpulan aktivitas ekonomi terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Lantas, bagaimana sastra manuskrip dapat dimanfaatkan di industri kreatif?

 

Sastra untuk pariwisata

Sebagai suatu karya seni yang memanfaatkan bahasa sebagai penyampaiannya, sastra memiliki potensi untuk berkembang menjadi daya tarik pariwisata. Dalam konteks ini, sastra manuskrip bisa saja memuat sastra tentang pariwisata; sastra untuk wisata, atau sastra dalam pariwisata. Salah satu contohnya adalah manuskrip berjudul Hikayat Dewa Mendu.

Hikayat yang konon berasal dari tanah Jawa ini, dimanfaatkan oleh masyarakat Kalimantan Barat dan Kepulauan Riau menjadi sebuah seni pertunjukan yang berjuluk Teater Mendu. Seni pertunjukan ini menjadi tontonan yang populer di kedua wilayah tersebut pada kisaran abad 19—20. Saat ini, daya hidup Teater Mendu sudah semakin redup. Namun, karena statusnya sudah dinaikkan menjadi WBTb Nasional maka usaha pelestariannya pun sudah banyak dilakukan. Meskipun teater ini mengadopsi gaya seni pertunjukan dan isi cerita yang klasik, tetapi antusias masyarakat masa kini untuk menontonnya masih terbilang ramai.

Selain Hikayat Dewa Mendu, contoh lain dari sastra manuskrip yang berpotensi untuk pengembangan pariwisata adalah Pohon Perhimpunan karya Raja Ali Kelana. Manuskrip tersebut merupakan catatan perjalanan Raja Ali Kelana selama lima belas hari bertualang di kawasan Pulau Tujuh yang meliputi Pulau Jemaja, Siantan, Bunguran, Serasan, dan Tambelan. Perjalanan tersebut dilengkapi dengan gambaran keindahan alam yang dilewati dan disinggahi oleh Raja Ali Kelana. Tempat-tempat yang disebutkan dalam manuskrip ini tentunya dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata yang bukan hanya ‘menjual’ keelekon alam, tetapi juga menawarkan cerita kesejarahannya.

 

Iluminasi sebagai inspirasi mode busana

Sastra manuskrip bukan hanya terdiri dari deretan aksara yang ditulis secara manual menggunakan tangan namun juga ada banyak manuskrip yang dilengkapi dengan ragam hias atau dekorasi di dalamnya. Dekorasi dalam manuskrip itulah yang disebut sebagai iluminasi. Agar iluminasi tersebut bertambah nilai gunanya dan dapat dimanfaatkan oleh khalayak maka iluminasi tersebut berpotensi untuk dialihmediakan menjadi produk yang dapat digunakan oleh masyarakat. Salah satu upaya pemanfaatan tersebut sudah dilakukan oleh Sri Ratna Saktimulya (D.I. Yogyakarta) dan Pramono (Sumatera Barat).

Saktimulya mengembangkan iluminasi dari manuskrip-manuskrip koleksi Istana Kadipaten Pakualaman menjadi produk batik, salah satu motifnya bernama Tangguh Waskitha. Motif tersebut merupakan pengembangan dari iluminasi manuskrip Babad Panembahan. Sesuai dengan makna dari motif tersebut, penggunanya diharapkan dapat menjadi pribadi yang kuat, andal, dan berpengetahuan luas.

Sementara itu, Pramono melakukan pengembangan terhadap iluminasi manuskrip di Kabupaten Pesisir Selatan menjadi kain batik yang juga unik. Pengembangan yang dilakukan olehnya telah menggerakkan roda perekonomian pelaku usaha UMKM di wilayah tersebut. Dengan demikian, pengembangan iluminasi manuskrip menjadi produk busana dapat menambah nilai guna dan menyelamatkan khazanah budaya dari ancaman kepunahan.

 

Pemanfaatan untuk bidang farmakologi

Sastra manuskrip ada juga yang bergenre perobatan, yaitu berisi mengenai macam-macam cara untuk mengobati penyakit beserta obat-obat yang diperlukannya. Salah satu manuskrip perobatan ialah Kitab Obat karya Raja Daud Tabib, Pulau Penyengat. Manuskrip tersebut memerikan banyak macam perobatan, salah satu adalah manfaat minyak inai (Lawsonia Inermis) yang dimasak menjadi obat gosok untuk menyembuhkan sakit sengal, bengkak, urat tarik, pening, dan melumat rambut uban. Minyak inai tersebut tentunya dapat dikembangkan dan diproduksi secara masal sehingga menjadi produk yang bernilai jual dari hasil pemanfaatan manuskrip.

***

Informasi-informasi di atas merupakan bukti bagi kita bahwa sastra manuskrip memiliki banyak manfaat dan berpeluang dikembangkan dalam bidang industri kreatif. Pengembangan tersebut tentunya menambah nilai peran dan fungsi dari sastra manuskrip. Di wilayah Riau Daratan dan Riau Kepulauan terdapat banyak ragam manuskrip yang juga berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan itu tentunya menjadi tugas mulia bagi kita bersama agar sastra manuskrip tidak punah, tetapi mampu hidup dan menghidupi masyarakat.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.