Kedudukan Terhormat bagi Bahasa Indonesia
Oleh Toha Machsum
(Kepala Balai Bahasa Provinsi Riau)
Menyerukan, menggencarkan, dan mempromosikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional merupakan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009. Pasal 44 menyatakan bahwa pemerintah meningkatkan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan. Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi warga masyarakat Indonesia untuk menjaga bahasa negara dan memartabatkannya serta mengawal perencanaan status bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional.
Secara historis, bahasa Indonesia telah dipilih oleh para pendiri bangsa sebagai landasan dibangunnya nasionalisme keindonesiaan lalu digariskan menjadi bahasa persatuan pada tahun 1928. Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi negara dan eksistensinya ditorehkan dalam pasal 36 UUD 1945 yang bunyinya “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Selanjutnya, keutamaan bahasa Indonesia ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Dalam pelaksanaannya, hal tersebut diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia dan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. Peraturan lain yang mendukung, yaitu Permendikbud Nomor 42 Tahun 2018 tentang Kebijakan Nasional Kebahasaan dan Kesastraan.
Di sinilah bahasa Indonesia menjadi bahasa penting selaras dengan pengembangannya. Selain menunjukkan identitas kultur dan wujud keseragaman bangsa, bahasa Indonesia adalah simbol kesatuan serta alat pemersatu keanekaragaman bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia juga memiliki potensi besar di masa depan untuk menjadi bahasa pergaulan antarbangsa. Hal ini ditandai dengan kenyataan bahwa bahasa Indonesia telah dikembangkan menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia telah dipelajari di 47 negara dan terdapat 428 penyelenggaran program BIPA serta 142.484 pemelajar BIPA yang tersebar baik di kawasan Amerika, Eropa, Asia Tenggara, Asia, Pasifik, maupun Afrika. Selain itu, bahasa Indonesia juga menduduki peringkat keenam bahasa yang paling banyak digunakan di dunia setelah Mandarin, Inggris, Hindi, Spanyol, dan Arab.
Arah Kebijakan Kebahasaan
Memikirkan kedudukan terhormat bagi bahasa Indonesia berarti juga memikirkan masa depan bangsa Indonesia. Masa depan tidak untuk diperkirakan atau diramal tetapi dipikirkan, direncanakan, dan dibentuk. Diperlukan arah kebijakan penanganan masalah kebahasaan yang terukur dan terarah. Beberapa arah kebijakan yang relevan, antara lain penguatan daya ungkap bahasa Indonesia. Aksi ini dapat ditingkatkan melalui kegiatan pengembangan kosakata dan istilah dalam rangka mengembangkan dan membina bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa ilmu pengetahuan, dan bahasa pergaulan internasional. Aksi ini juga dalam rangka menyempurnakan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) agar benar-benar dapat menjadi pegangan penutur bahasa Indonesia dalam mengajarkan, menyebarkan, dan memberdayakannya. Sebagai perbandingan, bahasa Inggris mendapatkan penambahan kosakata tidak kurang dari 8.500 lema per tahun.
Penanganan lainnya, pengembangan bahan ajar BIPA ( Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) berbasis budaya dan pengembangan alat evaluasi kemahiran berbahasa Indonesia melalui UKBI (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia). Penyediaan bahan ajar BIPA berbasis budaya dapat menjadi pintu masuk pengenalan bahasa dan budaya Indonesia ke tataran global. Melalui perangkat lunak itu, diharapkan setahap demi setahap, Indonesia meningkat pengaruhnya secara internasional. Sementara itu, Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) Adaptif Merdeka yang telah diluncurkan oleh Mendikbudristek dapat dijadikan sebagai pengendali mutu peningkatan kemahiran berbahasa masyarakat Indonesia.
Perlu dipahami bersama bahwa pembangunan bidang kebahasaan menurut Mahsun (2012) tidak luput dari ikhtiar menjaga keutuhan NKRI. Oleh karena itu, diperlukan juga arah kebijakan penguatan fungsi bahasa lokal sebagai penyangga pilar kebangsaan Indonesia, khususnya pilar NKRI dan Bhineka Tunggal Ika melalui kajian-kajian bahasa lokal dalam hubungan satu sama lain untuk mewujudkan cita-cita bahasa untuk perdamaian.
Perjalanan panjang bahasa Indonesia bukan tidak menuai persoalan. Misalnya, penggunaan bahasa asing yang tidak semestinya di ruang publik. Terus terang ruang publik kita belum sepenuhnya menampakkan wajah keindonesiaan. Berbagai spanduk, papan nama, fasilitas umum, nama bangunan, dan lain-lain yang terpampang di ruang publik secara gamblang dan kasat mata sebagian besar masih menggunakan bahasa asing. Penggunaan bahasa asing tetap diperbolehkan dengan cara dicantumkan setelah bahasa Indonesia dalam huruf yang lebih kecil.
Ikhtiar Menjadikan Bahasa Internasional
Agar bahasa Indonesia menempati kedudukannya yang terhormat sebagai bahasa komunikasi antarbangsa, bangsa Indonesia telah berupaya dan berusaha sekuat tenaga mengusulkan bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua ASEAN. Kesempatan emas semakin jelas jika upaya lobi-lobi politik tingkat tinggi dengan negara-negara lain berhasil. Insyaallah, cita-cita menginternasionalkan bahasa Indonesia menjadi kenyataan.
Jurus tersebut tentu bukan satu-satunya cara, melainkan juga harus mendorong sumber daya manusia penutur bahasa Indonesia untuk terus meningkatkan kemahirannya dalam penggunaan bahasa Indonesia, termasuk pengawasan dan pemantauan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik. Kesadaran masyarakat yang tinggi akan pentingnya peningkatan mutu penggunaan dan kemahiran bahasa Indonesia adalah indikator bahwa bahasa Indonesia telah dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat. berbangsa, dan bernegara.
Seiring dengan penguatan ekonomi Indonesia di masa depan, pemerintah (Badan Bahasa) secara agresif, bertindak cepat, dan berkerja sama membangun serta memperkuat rumah budaya Indonesia di berbagai negara. Lembaga-lembaga penyelenggara BIPA baik di dalam maupun di luar negeri secara istikamah dimantapkan agar lebih kuat dan mapan serta memberikan kontribusi pada peningkatan minat belajar bahasa Indonesia. Indonesia secara berkelanjutan banyak belajar mengadopsi dan mengadaptasi praktik baik negara-negara maju seperti Korea, Jepang, Cina yang gesit mempromosikan bahasa dan budayanya. Sebut saja sebagai contoh, Korea dengan popularitas K-Pop dan film yang mampu mendongkrak banyak negara belajar bahasa Korea (Muliastuti, 2020).
Hal penting lainnya menurut Sugiono (2011) adalah menjaga bahasa Indonesia agar istikamah menjadi sarana pelayanan bagi masyarakat luas di era pasar bebas. Besar kemungkinan, bahasa Indonesia tidak berdaya manakala perdagangan bebas memberikan peluang berbisnis tanpa syarat kebahasaan kepada setiap pelaku dagang. Oleh karena itu, peraturan domestik tentang persyaratan kemampuan berbahasa Indonesia bagi pebisnis/pelaku usaha dari luar negeri harus dipertegas agar mereka memadai dalam berkomunikasi.
Komentar