oleh

Rubrik Alinea Riau Pos Edisi 12 September 2022 – “Banjir” Buku di Daerah 3T

“Banjir” Buku di Daerah 3T
Oleh Yulita Fitriana
Balai Bahasa Provinsi Riau

                                                                             

Selalu menempati deretan bawah di berbagai survei keliterasian tentu saja membuat masygul. Ternyata, berbagai upaya yang dilakukan belum memperlihatkan hasil yang menggembirakan. Tentu saja, Pemerintah Indonesia harus terus berupaya agar anak bangsa ini melek literasi. Bagaimana pun kemampuan literasi memengaruhi seseorang dalam mengolah informasi yang didapat. Kemampuan mengolah informasi ini diharapkan dapat meningkatkan kecakapan hidup dan berimbas pada kesejahteraan hidup.

Permasalahan literasi Indonesia tentu saja tidak sederhana. Akan tetapi, ada beberapa penyebab yang sering dikemukakan, misalnya: (1) kurangnya dukungan atau keterlibatan keluarga dalam budaya membaca; (2) motivasi untuk membaca kurang; dan (3) pemanfaatan teknologi digital yang tidak bijak. Selain ketiga hal itu, salah satu masalah yang paling sering disebut adalah ketiadaan atau kekurangan buku bacaan (bermutu) dan penyebarannya yang tidak merata.

Permasalahan bahan bacaan ini mendapat perhatian serius dari pemerintah, salah satunya dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) yang diserahi tanggung jawab sebagai koordinator Gerakan Literasi Nasional.  Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sejak 2016–2022, Badan Bahasa sudah menyusun bahan penguatan literasi melalui sayembara penulisan bahan bacaan literasi.

Sampai tahun lalu, melalui sayembara ini, sudah 687 buku yang lulus penilaian Pusat Perbukuan mulai dari jenjang PAUD sampai SMA. Pada 2021 dan 2022, penyediaan bahan bacaan literasi berfokus pada jenjang usia dini dan pembaca awal kelas 1, 2, dan 3. Buku-buku yang disediakan Badan Bahasa berbentuk cetakan dan juga buku digital. Untuk buku digital, masyarakat dapat mengakses di laman Badan Bahasa melalui https://budi.kemdikbud.go.id..

Bahan bacaan yang disediakan itu tentu saja bahan bacaan yang bermutu. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017, buku bermutu adalah buku yang memenuhi standar mutu yang mencakup isi, penyajian, desain, dan grafika. Buku bermutu haruslah memiliki daya gugah, yaitu: daya yang memantik orang agar suka membaca. Hal itu dapat ditunjukkan melalui tema, topik, judul, dan penyajian buku.

Buku-buku dengan standar mutu inilah yang hendak disediakan oleh Badan Bahasa dengan menerbitkan buku-buku pendamping buku teks (nonteks). Buku-buku nonteks dianggap bermutu apabila menarik dan memotivasi anak untuk terus membaca. Buku yang disediakan haruslah mengakomodasi perbedaan ketertarikan dan perbedaan kemampuan baca anak. Yang juga penting diperhatikan sebagai langkah awal untuk menarik minat baca anak, buku harus dibaca untuk kesenangan. Hal tersebut bersesuaian dengan hasil “Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) Buku Bermutu bagi Anak” yang diselenggarakan Kemendikbudristek pada September 2021. Dalam diskusi tersebut disimpulkan bahwa ada tiga prinsip utama buku yang bermutu bagi anak, yaitu: (1) buku yang anak benar-benar ingin baca; bukan buku yang orang dewasa pikir anak ingin baca; (2) buku yang bervariasi tema dan ceritanya; serta (3) buku yang sesuai dengan jenjang pembacanya.

Pada 2022 ini, berdasarkan arahan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Badan Bahasa menggandeng perusahaan penerbitan buku dan Pos Indonesia untuk menyebarluaskan 12,7 juta eksemplar dengan 570 judul buku ke daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Pemilihan daerah 3T tentu saja dengan pertimbangan daerah-daerah ini mengalami kesulitan untuk mengakses buku bacaan, apalagi bacaan-bacaan yang bermutu.

Untuk Provinsi Riau, ada enam kabupaten yang mendapat “banjir” buku ini, yaitu: (1) Kota Dumai, (2) Kabupaten Pelalawan, (3) Kabupaten Rokan Hilir, (4) Kabupaten Indragiri Hilir, (5) Kabupaten Bengkalis, dan (6) Kabupaten Kepulauan Meranti. Di keenam kota/kabupaten tersebut, ada 880 Sekolah Dasar (SD) yang mendapat hibah buku dari Badan Bahasa. Jumlah itu tersebar di Kota Dumai (55 SD), Kabupaten Rokan Hilir (190 SD), Kabupaten Bengkalis (175 SD), Kabupaten Kepulauan Meranti (85 SD), Kabupaten Pelalawan (115 SD), dan yang terbanyak di Kabupaten Indragiri Hilir, 260 SD.  PAUD dan TK juga mendapat bantuan buku ini dengan jumlah yang lebih sedikit.

Setelah “membanjiri” daerah-daerah 3T dengan buku-buku bermutu, Badan Bahasa berupaya melakukan pemonitoran terhadap pendistribusian buku-buku tersebut. Upaya ini dilakukan agar pemberian hibah buku tersebut benar-benar terlaksana dengan baik.  Permasalahan pertama tentu saja, apakah buku-buku tersebut sampai ke sekolah-sekolah yang dimaksud. Karena berada di daerah-daerah yang jauh, bahkan mungkin juga sulit dijangkau, tentu saja ada kekhawatiran buku-buku tersebut tidak sampai di sekolah-sekolah sasaran. Kedua, buku-buku yang sampai ke sekolah-sekolah dibiarkan di dalam kardus-kardus yang tertutup. Apabila kardus-kardus buku tersebut tidak dibuka, artinya pengecekan terhadap keberadaan buku-buku itu tidak dilakukan. Kemungkinan buku tersebut kurang dari segi jumlah atau adanya buku-buku yang diterima dalam keadaan rusak juga menjadi perlu menjadi perhatian.

Selain pemonitoran, yang juga sangat penting adalah pendampingan terhadap pemanfaatan buku-buku tersebut. Apabila tidak dilakukan pendampingan, dikhawatirkan buku-buku tersebut tidak termanfaatkan dengan maksimal. Misalnya, ada sekolah yang hanya menyimpan buku-buku ini di dalam kardus dengan alasan tidak ada perpustakaan yang memadai untuk memajangnya. Bisa jadi, ada pula yang nantinya akan membagi-bagikan buku ini kepada para siswa untuk dibawa pulang dan menjadi hak milik siswa tersebut. Hal-hal yang tidak tepat sasaran ini yang harus dihindari.

Untuk mengatasi hal tersebut, Kemendikbudristek melalui Badan Bahasa, menyelenggarakan pelatihan bagi para fasilitator di daerah-daerah yang mendapat jatah buku-buku bahan bacaan literasi. Pelatihan ini diikuti pegawai Balai Bahasa dan Kantor Bahasa, staf teknis Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten, dan pegiat literasi.  Badan Bahasa membagi pelatihan tersebut atas tiga regional, yaitu: (1) Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Lampung) (19—22 Agustus 2022); (2) Kalimantan dan Sulawesi (23–26 Agustus 2022) dan; (3) Papua (Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat) (23–26 Agustus 2022).

Seperti nama dari kegiatan tersebut, yaitu “Peningkatan Mutu Fasilitator Pendampingan Pemanfaatan Buku Bacaan Literasi dan Modul Literasi Numerasi”, peserta dipersiapkan untuk menjadi fasilitator di daerah. Para fasilitator ini diminta untuk melatih para guru SD yang sekolahnya menjadi penerima buku hibah. Selain menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang didapat untuk para siswa, para guru ini diharapkan dapat mengimbaskannya kepada guru-guru lain yang tidak berkesempatan mengikuti pelatihan.

Melalui pelatihan tersebut, para guru akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang nantinya dapat diterapkan di sekolah masing-masing. Mereka akan dibekali dengan pengetahuan  “Pengenalan dan Penjenjangan Buku Bermutu”, “Pengelolaan dan Penataan Buku Bermutu”,  “Membacakan Nyaring”, “Membaca Bersama”, dan “Pemanfaatan Literasi Numerasi”.

Seperti kata orang bijak: buku adalah jendela dunia. Mari kita ajak anak-anak kita untuk menjelajahi dunia  melalui buku-buku bermutu.  (Yulita Fitriana, Balai Bahasa Provinsi Riau)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.