Orang Dalam
Darmawati M.R.
(peneliti bahasa pada Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas, BRIN)
Bahasa Indonesia punya cara unik melanggengkan praktik nepotisme. Ada frasa orang dalam yang mewakili tindakan yang cenderung mengutamakan (menguntungkan) keluarga dan kerabat dekat itu. Istilah ini populer di dunia kerja dan dunia kampus. Saking terkenalnya, frasa ini sampai dibuatkan beragam meme dan dijadikan humor gelap di kalangan para pencari kerja, misal: nilai bukan segalanya, yang penting punya orang dalam; IPK di atas 3.00 dan punya banyak pengalaman, kalah sama yang punya IPK di bawah 3.00 dan punya orang dalam.
Mari kita cek frasa ini dalam judul-judul berita media: “Layangan Putus Diduga Dibajak Orang Dalam, Motif Pelaku hingga Akhirnya Undur Diri” (Kompas.com, 25 Februari 2022); “Pimpinan KPK” Jangan Sampai Koruptor Berkata Punya Orang Dalam, Bisa Hancur Negara Ini” (Kompas. Com, 16 November 2021); “Dibongkar ‘Orang Dalam’ PDIP, Ini yang Dibahas dalam Pertemuan Megawati-Prabowo-Puan (wartaekonomi.co, 22 November 2021); “Wakil Ketua Komisi II DPR: Tak Mungkin Ada Mafia Tanah tanpa Dibantu Orang Dalam” (Liputan6.com, 24 November 2021); dan masih banyak judul berita serupa. Artikel-artikel yang berbagi seputar pengalaman dengan orang dalam ini juga dapat dengan mudah kita temui di laman pencarian.
Dalam KBBI Daring, arti orang dalam tertera: orang yang ada di dalam satu lingkungan (pekerjaan, golongan, dan sebagainya). Arti ini senada dengan arti yang dituangkan Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W. J. S. Poerwadarminta mengenai orang dalam. Jika kita cek tesaurus.kemdikbud.go.id, orang dalam berkorelasi dengan kata broker, calo, dealer, dealer saham, perantara, pialang; pialang saham; perantara bursa saham, pialang bursa saham; pedagang lantai bursa, pialang lantai bursa; orang luar bursa, pedagang luar bursa; orang dalam.
Arti tersebut tampaknya belum memuaskan. Seturut perkembangan zaman, orang dalam telah mengalami peyorasi makna, menjadi seseorang yang berkuasa dalam menentukan nasib seseorang. Ketatnya persaingan di dunia kerja membuat banyak pelamar yang berpendapat bahwa mereka tidak akan lulus jika tak punya akses orang dalam.
Orang dalam juga sering dinamai perantara. Arti di KBBI Daring mencantumkan: 1) n orang (negara dan sebagainya) yang menjadi penengah (dalam perselisihan, perbantahan, dan sebagainya) atau penghubung (dalam perundingan); dan 2) n pialang; makelar; calo (dalam jual beli dan sebagainya). Arti kedua ini kita lihat lebih dekat dengan entri yang tertera dalam tesaurus tematis bahasa Indonesia.
Orang dalam juga sering bersembunyi di balik kata calo dan kenalan. Akan tetapi, istilah orang dalam tampaknya telah melekat kuat di benak orang Indonesia jika menyangkut perkara lamar-melamar pekerjaan juga mendaftar di sekolah/universitas ternama.
Dalam kasus korupsi, kehadiran orang dalam ini dapat menjadi sumber informasi akurat, kehadirannya bisa membantu penyelidikan apalagi jika ia menjadi whistleblower, pengungkap fakta dalam sebuah kasus. Akan tetapi, tidak semua orang dikaruniai nyali besar, apalagi perkara korupsi terkadang melibatkan ancaman kepada pihak keluarga.
Selain frasa orang dalam, bahasa Indonesia juga mengenal uang pelicin. Dalam KBBI V dijelaskan: uang yang diberikan secara tidak resmi kepada petugas yang berwenang untuk memperlancar urusan; uang semir: beri saja –pelicin supaya urusanmu cepat selesai. Di beberapa daerah, uang pelicin berubah nama menjadi uang rokok (sudah termuat dalam KBBI V), uang bensin, dan uang pulsa.
Ngomong-ngomong tentang uang pelicin, saya jadi ingat kalau bahasa Indonesia juga mengenal seloroh serupa, terkait dengan lima tas yang harus dimiliki seorang yang ingin menduduki jabatan publik: popularitas, elektabilitas, kredibilitas, akseptabilitas, dan isi tas.
Kembali ke persoalan bahasa, orang dalam menjadi unik karena bahasa Inggris juga mengenal istilah ini meskipun berlaku dalam pengertian yang lebih sempit. Dalam dunia saham, ada istilah insider yang memberi bocoran jitu mengenai investasi atau saham apa yang harus dibeli dan dijual. Dalam Kamus Merriam Webster makna insider (pertama digunakan tahun 1848) dijelaskan sebagai berikut: a person recognized or accepted as a member of a group, category, or organization: such as: 1) a person who is in a position of power or has access to confidential information dan 2) a person (such as an officer or director) who is in a position to have special knowledge of the affairs of or to influence the decisions of a company. Arti pertama menjelaskan peran vital orang dalam dalam mengakses informasi rahasia perusahaan, sementara arti kedua menerangkan posisi orang dalam yang sangat strategis dalam memengaruhi keputusan penting yang akan diambil perusahaan.
Dalam budaya bugis, ada kelakar yang berkembang luas menyangkut lamar-melamar pekerjaan atau posisi penting tertentu dalam masyarakat, terutama pegawai negeri sipil. Ada istilah 3D, dalle (rezeki), doi (uang pelicin), dekkeng (orang dalam). Tampak bahwa frasa orang dalam tak lagi hanya dikenal di kelompok budaya tertentu. Saya yakin di budaya lain juga ada istilah serupa.
Jika kita mengecek Google Trends, minat pencarian kata ini berdasarkankan wilayah, diduduki oleh lima provinsi: Lampung, Bengkulu, NTT, Jawa Tengah, dan Riau. Minat pencarian terhadap kata ini pun cukup tinggi sepanjang tahun 2022 sampai awal Januari 2023.
Keserbabisaan orang dalam dijelaskan dengan cukup gamblang dalam novel thriller karya pengarang India, R.V. Raman. Novel ini menceritakan Shasi Kurva, seorang CEO paling sukses di negarany. Ia terjebak konspirasi dalam pasar saham India, tempat uang adalah satu-satunya bahasa. Konspirasi itu juga turut membahayakan nyawanya dan membuat keluarganya hancur.
Demikianlah bahasa merekam fenomena sosial. Berbagai istilah diciptakan untuk mewadahi dan menamai sesuatu: ide, aktivitas, artefak, apa pun itu. Meski Shakespeare pernah berucap, “Apalah arti sebuah nama”, pada kasus tertentu, sesuatu yang tak bernama tidak mutlak menjadi misteri. Namun, bahasa adalah metode murni yang manusiawi dan noninstinktif dalam mengomunikasikan gagasan, emosi, dan keinginan melalui simbol-simbol yang diproduksi secara sukarela, kata Edward Sapir. Orang dalam menjadi satu fenomena bahasa yang unik melihat bagaimana cara kamus mendefinisikannya, dan cara masyarakat memaknainya. Bukankah kamus adalah pegangan kita yang paling kuat jika ingin merujuk sebuah definisi?
Jika demikian halnya, sepertinya, KKBI perlu merevisi makna orang dalam.
Komentar