Khansen Pranata Wirantober dan Rosti Novriana – Duta Bahasa Provinsi Riau 2023
Tunjuk Ajar Melayu adalah segala jenis petuah, petunjuk, nasihat, amanah, pengajaran, dan contoh teladan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dalam arti seluas-luasnya. Tunjuk Ajar Melayu ditulis oleh Tenas Effendy, budayawan Riau. Secara garis besar, Tunjuk Ajar Melayu berisi 25 pemikiran utama atau dikenal dengan istilah Pakaian Dua Puluh Lima. Menurut Marhalim Zaini (2018, hlm.5), dalam bukunya “Mengenal Tunjuk Ajar Melayu: Dalam Pantun, Gurindam dan Syair,” Tunjuk Ajar Melayu mengandung pesan-pesan kebaikan yang bisa membawa manusia ke jalan yang lurus dan diridai Allah, bertujuan menyelamatkan manusia dalam kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat. Hal ini didukung pula oleh pendapat Marlina (2020, hlm.202), dalam jurnalnya “Nilai Kearifan Lokal dalam Tunjuk Ajar Melayu Karya Tenas Effendi.” Selain mengajarkan nilai-nilai moral kepada masyarakat, Tunjuk Ajar Melayu juga berfungsi sebagai filter untuk menangkal arus globalisasi yang memporakporandakan mentalitas masyarakat dan berusaha memisahkan masyarakat dari nilai-nilai agama serta budaya.
Kedudukan Tunjuk Ajar Melayu sangat penting bagi orang Melayu karena kandungannya mencerminkan nilai-nilai luhur yang bisa dijadikan sebagai pedoman hidup dalam kehidupan sehari-hari. Keistimewaan lainnya yang dimiliki oleh Tunjuk Ajar Melayu adalah cakupan atau ruang lingkupnya sangat luas. Hal ini dibuktikan dengan pesan moral yang terkandung dalam Tunjuk Ajar Melayu, meliputi berbagai aspek kehidupan manusia seperti pesan kepada guru, orang tua, anak-anak, lingkungan, masyarakat, dan pemimpin. Selain itu, penyampaian nasihat dan nilai-nilai tersebut menggunakan media berupa sastra, yakni gurindam, syair, dan pantun sehingga akan lebih mudah diingat dan memiliki daya tarik tersendiri.
Menurut Zaini (2018, hlm.10), Tunjuk Ajar Melayu memiliki fungsi yang dianalogikan sebagai pakaian, rumah, dan tulang. Ketiganya berfungsi sebagai pelindung dan penyangga tubuh manusia. Pakaian, selain sebagai pelindung diri, juga berfungsi sebagai gambaran dari citra diri seseorang, sopan santun, etika, dan identitas. Begitu pula dengan rumah yang dianggap berfungsi melindungi manusia dari cuaca dan bentuknya menggambarkan karakter penghuninya. Sementara tulang, baik bagi tubuh, maupun bagi benda apa pun, tulang selalu identik dengan fungsinya sebagai penyangga. Jadi, Tunjuk Ajar Melayu juga berfungsi untuk menyangga kehidupan orang Melayu agar bisa tegak lurus menjalankan nasihat dan petuah.
Sayangnya, Tunjuk Ajar Melayu bukanlah hal yang populer dan dikenal secara baik oleh masyarakat. Saat ini, Tunjuk Ajar Melayu tidak lagi dijadikan sebagai pedoman atau acuan dalam berperilaku, bertindak, dan bersikap oleh orang Melayu. Hal ini memerlukan adanya perhatian dari berbagai pihak, termasuk generasi muda yang harus memainkan perannya untuk mengenalkan Tunjuk Ajar Melayu lebih baik kepada masyarakat.
Namun, generasi muda yang diharapkan dapat memperkenalkan Tunjuk Ajar Melayu kepada masyarakat itu memiliki pengetahuan yang sangat minim terhadap Tunjuk Ajar Melayu. Generasi muda yang merupakan generasi penerus bangsa seharusnya memiliki pengetahuan atau wawasan tentang Tunjuk Ajar Melayu. Dalam kenyataannya, para generasi muda tidak memiliki kepedulian, kepekaan, serta rasa kepemilikan terhadap Tunjuk Ajar Melayu yang pada hakikatnya adalah budaya dan nilai-nilai yang harus dilestarikan.
Untuk memberikan edukasi tentang Tunjuk Ajar Melayu kepada generasi muda, diperlukan komitmen dari generasi muda untuk mengubah perspektif dan keinginan melestarikan budaya. Oleh karena itu, pendekatan yang paling efektif adalah melakukan edukasi oleh generasi muda itu sendiri.
Duta Bahasa sebagai bagian dari generasi muda adalah pionir dan mitra Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dalam menyosialisasikan kebahasaan dan kesastraan. Kontribusi Duta Bahasa untuk mengenalkan Tunjuk Ajar Melayu tersebut dapat diimplementasikan dalam bentuk krida kebahasaan dan kesastraan.
Krida yang menjadi program kerja Duta Bahasa merupakan kegiatan yang sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Tujuan akhir dari implementasi tersebut akan mewujudkan dan mengejawantahkan isi tiga program prioritas Badan Bahasa, yaitu: Literasi dan Kebahasaan, Pelindungan Bahasa dan Sastra, dan Internasionalisasi Bahasa Indonesia (Aziz, 2022) dan Trigatra Bangun Bahasa, Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, dan Kuasai Bahasa Asing.
Duta Bahasa Riau mengusung krida “Natur Melayu” (Pengenalan Tunjuk Ajar Melayu). Krida ini hadir tidak sebatas mengenalkan Tunjuk Ajar Melayu, tetapi memiliki tujuan yang lebih besar agar masyarakat, khususnya generasi muda, menjadikan Tunjuk Ajar Melayu sebagai pedoman dan panduan dalam menjalankan kehidupannya.
Untuk memperkenalkan krida “Natur Melayu” ini, media yang dipergunakan berupa permainan tradisional congkak. Menurut Lacksana (2017, hlm. 111) di Indonesia permainan ini memiliki banyak penyebutan nama, seperti: congklak, dakon, dhakon atau dhakonan (Jawa). Di Sulawesi permainan ini lebih dikenal dengan beberapa nama: Mokaotan, Maggaleceng, Aggalacang dan Nogarata. Di beberapa daerah di Sumatera, termasuk di Riau, yang memiliki budaya Melayu, permainan ini dikenal dengan sebutan congkak.
Menurut Haerani dalam Lacksana (2017, hlm. 113) permainan congklak dapat melatih dan meningkatkan kemampuan bersosialisasi. Pendapat lain, Cahyani dalam Lacksana (2017, hlm. 113) juga menyebutkan bahwa permainan congklak dapat melatih dan meningkatkan kesabaran, ketelitian, dan kreatifitas anak. Sementara itu, Trysti dalam Lacksana (2017, hlm. 113) permainan congklak dapat melatih kemampuan analisis.
Cara bermainnya sama seperti congkak pada umumnya, yakni terdapat dua tim yang terdiri dari tiga pemain bergantian untuk memilih satu lubang kecil miliknya untuk dipindahkan satu per satu ke lubang lainnya searah jarum jam hingga biji yang di genggaman habis. Permainan ini dimodifikasi untuk mengenalkan dan memasukkan nilai-nilai Tunjuk Ajar Melayu. Apabila pemain tersebut berhenti di bagian lubang sisi mereka, mereka baru dapat “menembak” biji lawan, apabila berhasil menjawab pertanyaan atau menyelesaikan tantangan yang diberikan oleh tim lawan. Tantangan dan pertanyaan ini berisi seputar Tunjuk Ajar Melayu dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya yang dapat dilihat pada contoh berikut.
“Kalau kuncup bunga di taman
Petik sekaki bawa ke beranda
Kalau hidup hendakkan nyaman
Berbaik hati ke ayah bunda
(Effendi, 2006. hlm. 351)
Kepada pemain tersebut diberikan pertanyaan mengenai bentuk sastra dari Tunjuk Ajar Melayu tersebut dan jelaskan pesan moral yang terkandung di dalamnya.
Dalam pelaksanaan krida ini, Duta Bahasa telah mengimplementasikannya dengan melibatkan generasi muda sebagai sasarannya, yaitu: sekolah dan komunitas.
Krida Duta Bahasa “Natur Melayu” yang mengenalkan Tunjuk Ajar Melayu melalui permainan congkak telah dilaksanakan di beberapa sekolah, yaitu: SMA Negeri 2 Siak Hulu, SMA Negeri 1 Pekanbaru, SMP Negeri 4 Pekanbaru, SMA Negeri 5 Pekanbaru. Selain di sekolah, krida ini juga sudah dilaksanakan di komunitas remaja, yaitu: di Forum Anak Riau, Forum Anak Pekanbaru, Forum Genre Riau, Forum Genre Pekanbaru, dan Star PKBI Riau. Selanjutnya, Duta Bahasa juga sudah beraudiensi bersama BKKBN Riau dan DP3AP2KB Riau untuk melaksanakan krida ini selanjutnya. Selain itu, Duta Bahasa juga melaksanakan audiensi dengan instansi yang berkaitan dengan program remaja.
Untuk melaksanakan Krida “Natur Melayu” di sekolah-sekolah, Duta Bahasa Riau sebelumnya memberikan edukasi kepada siswa terkait hal-hal mendasar mengenai Tunjuk Ajar Melayu. Salah satunya adalah dengan memberikan informasi bahwa Tunjuk Ajar Melayu dapat disampaikan dalam bentuk sastra, misalnya gurindam, syair, dan pantun yang bersumber dari buku budayawan Riau yang ditulis oleh Tenas Effendy. Setelah itu, Duta Bahasa Riau melibatkan siswa dan siswi dalam melaksanakan krida ini, yaitu memainkan permainan congkak yang sudah dimodifikasi.
Tantangan yang diberikan dalam pelaksanaan “Natur Melayu” ini adalah membuat pantun yang pesannya sesuai dengan Tunjuk Ajar Melayu dan mengidentifikasi pesan moral yang terkandung pada gurindam dan syair. Tujuan pemberian tantangan dalam permainan congkak tersebut adalah untuk memberikan motivasi kepada siswa agar memiliki kepedulian dan keinginan untuk melestarikan serta menjadikan Tunjuk Ajar Melayu pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga terlihat ketika Duta Bahasa Riau melibatkan komunitas-komunitas yang ada di Provinsi Riau dalam pelaksanaan krida ini. Manfaat dari kegiatan ini, banyak dari siswa dan siswi tersebut yang kemudian mendapatkan tambahan wawasan dan pengetahuan baru tentang Tunjuk Ajar Melayu.
Melalui krida “Natur Melayu,” yang diimplementasikan dalam bentuk permainan congkak dan sudah dimodifikasi ini, telah berhasil membangkitkan semangat para generasi muda. Krida “Natur Melayu” juga dapat menambah pengetahuan generasi muda terhadap nilai-nilai moral yang terkandung dalam Tunjuk Ajar Melayu. Diharapkan, generasi muda yang sudah mendapatkan pengalaman melalui krida “Natur Melayu” dapat menjadi panutan bagi generasi muda lainnya untuk menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Tunjuk Ajar Melayu dalam kehidupan sehari-hari.
Pada tahap akhir, Duta Bahasa melakukan survei terhadap generasi muda yang terlibat dalam krida ini. Survei ini bertujuan untuk mengukur keberhasilannya. Berdasarkan hasil survei tersebut, diketahui bahwa mereka mengakui telah mendapatkan pengalaman luar biasa dari kegiatan krida ini. Respon yang dominan dari jawaban responden adalah terkait dengan pengetahuan terhadap Tunjuk Ajar Melayu sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan krida ini. Sebelum mereka ikut serta dalam krida “Natur Melayu,” sebagian besar mereka tidak mengetahui tentang Tunjuk Ajar Melayu, mulai dari penulisnya hingga pesan yang terkandung di dalamnya. Setelah ikut terlibat dengan krida ini, responden menjawab bahwa mereka mengerti dan paham terhadap muatan nilai-nilai yang terkandung dalam Tunjuk Ajar Melayu. Mereka juga mengaku memiliki keinginan untuk menyebarkan dan mengedukasi masyarakat sekitar mereka untuk menjadikan Tunjuk Ajar Melayu sebagai pedoman dan panduan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian, keinginan untuk merawat moralitas generasi muda melalui Tunjuk Ajar Melayu dapat terwujud.
Daftar Pustaka
Aziz, E. A. (2022, 16 Juni). Tiga Program Prioritas Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Diperoleh dari https://badanbahasa.kemdikbud.go.id.
Effendi, T. (2006). Tunjuk Ajar Melayu. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu.
Lacksana, I. (2017). Kearifan lokal permainan congklak sebagai penguatan karakter peserta didik melalui layanan bimbingan konseling di sekolah. Jurnal Satya Widya, 33(2): 109—116.
Marlina. (2020). Nilai kearifan lokal dalam Tunjuk Ajar Melayu karya Tenas Effendi. Jurnal Diksi, 28(2): 199—209.
Zaini, M. (2018). Mengenal Tunjuk Ajar Melayu dalam pantun, gurindam, dan syair. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Komentar